Monday 5 March 2012

Teori Sosiologi Klasik

TEORI SOSIOLOGI KLASIK DAN MODERN
 
 
Pada umumnya teori-teori sosial dapat diklasifikasikan menurut baik tingkatan analisa pokoknya yang luas, seperti pola-pola budaya ( nilai-nilai, norma-norma, pandangan hidup, arti-arti, sistem-sistem simbol, dan lain-lain ), struktur sosial ( besarnya, pembagian kerja, derajat konsensus, tipe kekuasaan atau struktur otoritas, dan lain-lain ), hubungan antar pribadi ( intensitasnya, frekuensinya, derajat kerja sama atau konflik, dan lain-lain ), maupun dalam tingkatan individu, misalnya pola motivasi, karakteristik pribadi, orientasi subyektif, dan lain-lain. ( kebanyakan ahli sosiologi tidak menaruh perhatian pada tingkatan individu, kecuali dalam hubungannya dengan salah satu dari tingkatan-tingkatan lainnya itu ).

Di antara para ahli teori yang di diskusikan pada bagian dua, comte dan sorokin memusatkan perhatiannya pada tingkatan budaya, marx dan durkheim pada tingkatan struktur sosial, dan simmel pada tingkatan antar pribadi. Di antara aliran-aliran masa kini yang berhubungan dengan teori yang di diskusikan pada bagian tiga, teori interaksi simbol dan teori pertukaran menekankan tingkatan mikro dalam hubungan antar pribadi, dan teori fungsional dan teori konflik berhubungan dengan srukur sosial dalam tingkaan mikro.

KONTEKS SEJARAH LAHIRNYA PERSPEKTIF SOSIOLOGI

Sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, sosiologi berusia kurang dari 200 tahun. Auguste Comte memberikan istilah ‘’sosiologi’’, dan dia sering di pandang sebagai Bapak disiplin ini. Karya utamanya yang pertama, berjudul The Courseof Positive Philosophy,yang diterbitkan antara tahuh 1830 dan tahun 1842, mencerminkan suatu komitmen yang kuat terhadap metode ilmiah. Metode ini harus diterapkan untuk menemukan hokum-hukum alat yang mengatur gejala-gejala sosial.

Perubahan Sosial yang Pesat dan Munculnya Masyarakat Modern

Buku ini tidak akan menjajagi seluruh sejarah pemikiran sosial barat modern.8 perspektif sosiologi seperti yang kita kenal sekarang ini baru saja timbul.9 ini bukan karena manusia sebelumnya tidak mengenal kehidupan sosial. Sepanjang yang di ketahui, manusia selalu hidup dalam suatu jenis kelompok tertentu, dan mereka selalu berinteraksi, saling mempengaruhi, saling mengasihi, saling berhantaman, saling membantu, saling cemburu, dan saling memeras. Dari satu masa kemasa berikutnya dalam sejarah, manusia sudah mampu membentuk system sosial yang luas dan besar ( misalnya kerajaan-kerajaan besar ). Hal ini harus menuntut suatu pengalaman praktis yang rumit dan Njelimet dalam organisasi dan perencanaan sosial.

Lalu mengapa perspektif sosiologi tidak muncul sebelumnya? Mungkin sebagian jawabannya terletak pada perubahan-perubahan sosial yang kompleks yang tidak terjadi sebelumnya di masyarakat Barat seperti yang baru-baru ini, dan yang terjadi pada saat kelahiran sosiologi.

KONSTRUKSI TEORI

Komitmen untuk membangun teori sosiologi sebagi seperangkat proposisi yang dinyatakan secara sistematis dan saling berhubungan secara logis, yang di dasarkan teguh pada data emperis, besar pengaruhnya para ahli sosiologi yang berkecimpung dalam konstruksi teori formal. Kebanyakan mereka yang terlibat dalam konstruksi teori mencerminkan suatu orientasi neopositivis. Artinya bahwa mereka melihat suatu persamaan yang erat anrtara ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu alam, sehubungan dengan asumsi-asumsi dasarnya, teknik-teknik metodologis, bentuk logis, dan dasar empiris. Karena komitmen mereka untuk mendirikan sosiolgi sebagai satu ilmu empiris, kebbanyakan mereka mencerminkan satu kebulatan tekad untuk tidak percaya pada konsep-konsep subyektif yang sulit di pahami dan bersifat tidak empiris.

Konsep dan Variabel

Konsep-konsep merupakan ramuan dasar dan fundamental dalam setiap teori. Suatu konsep adalah suatu kata ( atau pernyataan symbol lainnya ) yang menunjuk pada gejala; konsep adalah nama yang kita pergunakan untuk menunjukkan dan mengklasifikasi pencerapan dan pengalaman-pengalaman kita. Menghubungkan suatu nama tertentu dengan suatu benda, pengalaman, atau kejadian adalah langkah pertama yang sangat penting untuk menganalisa dan memahaminya. Anak-anak kecil yang mengalami suatu tahap dimana ada kebutuhan kecil untuk menamakan benda-benda di sekelilingnya jelas merupakan sesuatu yang memaksa mereka, yang dapat dicek segera oleh orang tuanya sesudah mereka menjawab pertanyaan seperti ‘’apa ini?’’, dan ‘’apa itu?’’ secara terus menerus. Cara yang sama dapat kita lihat pada para ahli yang menemukan beberapa gejala baru, apakah itu bahan campuran kimia, bintang, atau suatu proses atomis; reaksi yang pertama ( sekali ditentukan bahwa gejala itu tidak termasuk dalam kelas yang sudah diberi nama ) adalah menentukan nama yang berhubungan dengannya.

Sistem Klasifikasi

Konsep-konsep membentuk suatu dasar yang penting untuk klasifikasi. Sekurang-kurangnya satu konsep membedakan ‘’hal-hal’’ yang termasuk dalam kelas yang ditunjuk oleh konsep itu dan hal-hal lainnya. Dengan menggunakan variable-variabel, mungkin bagi kita untuk mengkategorisasi kasus-kasus yang berbeda dalam gejala-gejala yang ditunjuk oleh kondep itu menurut perbedaan-perbedaan yang penting yang diperlihatkannya.katakanlah, kita memberi nama suatu  tipe obyek tertentu dengan X. Hal ini memungkinkan kita untuk membedakan benda-benda yang termasuk dalam X dan yang tidak. Lalu kita mengamati bahwa semua yang termasuk dalam X itu tidak serupa; mereka berbeda menurut sifat-sifat tertentu.

Tipe-tipe Proposisi

Proposisi-proposisi saling berbeda satu sama lain dalam beberapa hal yang penting menurut keabstrakan dan generalitasnya, menurut kemampuan tahan ujinya dan tinkatan dimana proposisi-proposisi itu sudah didukung secara empiris. Mereka yang berkecimpung dalam bidang konstruksi teori biasanya membedakan antara proposisi-proposisi serperti aksioma, postulat, dan hokum. Proposisi sering dibedakan dari hipotesis dimana hipotesa merupakan pernyataan mengenai hubungan-hubungan yang mungkin ada, yang dapat diuji secara emperis, yang berasal dari proposisi yang lebih abstrak. Khususnya istilah-istilah yang terdapat dalam satu hipotesa merupakan indikator-indikator ( yakni ukuran-ukuran operasional ) untuk variabel, dan bukan merupakan variabel itu sendiri.

Keseluruhan dari seri proposisi-proposisi yang berbeda tipenya itu dapat dirumuskan terlebih dahulu dari sumber hipotesa empiris. Zetterberg misalnya membedakan antara postulat ( proposisi yang tidak dapat di tarik lagi dari proposisi lainnya ) dan dalil yang dapat ditarik dari postulat.

Reynolds membedakan lima tipe pernyataan teoritis yang berbeda-beda : hokum, aksioma, proposisi, hipotesa, dan generalisasi empiris. Dalam urutan itu, istialh ‘’proposisi’’ digunakan dalam pengertian yang lebih sempit daripada yang kita gunakan disini. Meskipun pernyataan hukum adalah sangat umum dan abstrak, maenurut Reynolds penjelasan tidak perlu berhenti pada tingkatan ini.

Teori Seperangkat Proposisi

Debegitu jauh kita sudah mengidentifikasi konsep, system klasifikasi, dan proposisi sebagai komponen-komponen teori. Konsep merupakan bahan mentah bangunan teori yang paling dasar dan karya pada teoretis pada tingkatan konseptual mencakup definisi, analisa konseptual, dan pernyataan yang menegaskan adanya gejala emperis yang di tumjuk oleh satu konsep ( existence statement ). Pada tinkatan klasifikasi, karya teoretis mencakup pembentukan kategori dan klasifikasi gejala-gejala empiris.

Tinkatan berikutnya adalah proposisi yang merupakan pernyataan yang menghubungkan dua atau lebih konsep ( variabel ). Kita sudah melihat bagaimana proposisi dikembangkan, dan tipe-tipe pernyataan proposisi yang berbeda-beda yang dapat di kembangkan.kita sekarang bergerak ketahap akhir pengembangan teori, yaitu menghubungkan suatu seri proposisi bersama-sama dalam satu bentuk yang logis dan sistematis. Teori merupakan seperangkat proposisi yang berhubungan secara logis dan dinyatakan secara sistematis, yang menggambarkan ( pada satu tingkatan generalitas yang tinggi ) dan menjelaskan perangkat gejala-gejala empiris.

Konsep Paradigma

Dalam satu analisa yang hidup dan sangat berpengaruh mengenai revolusi-revolusi yang terjadi dalam ilmu pengetahuan, Kuhn menunjuk pada asumsi-asumsi intelektual dasar, yang dibuat oleh para ilmuwan mengenai pokok permasalahan yang disebut dengan istilah paradigma.

Meskipun Kuhn tidak konsisten dalam menggunakan istilah ini, definisinya dapat dilihat dalam karya aslinya, yakni bahwa dalam suatu paradigma terdiri dari pandangan hidup ( world view atau Weltanschauung ) yang dimilki oleh para ilmuwan dalam suatru disiplin tertentu. Sebagai contoh, pandangan hidup yang terdapat dalam fisika Newton akan membentuk satu paradigma, sebagai satu pandangan hidup yang bertentangan dengan fisika manurut Einstein.
.



Sosiologi sebagai Satu Ilmu ‘’Multiparadigmatik’’

Apakah sosiologi didominasi oleh hanya satu paradigma saja? Mungkin secara umum pertanyaan ini dapat di jawab dengan ya, dengan catatan bahwa semua hal sosiologi sama-sama memiliki asumsi dasar bahwa sikap-sikap, kebutuhan-kebutuhan, nilai-nilai, serta polo-pola perilaku individu yang fundamental sangat dibentuk oleh lingkungan sosialnya.

Dengan menggunakan konsep paradigma kuhn, Ritzer mengembangkan suatu analisa yang berguna dan tepat mengenai sosiologi sebagai ilmu multiparadigmatik. Dia membedakan tiga paradigma yang secara fundamental berbeda satu sama lain : paradigma fakta sosial, paradigma definisi social, dan paradigma perilaku social ( social behavior ). Hal yang mendasar dalam distingsi ini adalah perbedaan-perbedaan dalam asumsi-asumsi dasarnya mengenai hakikat dasar kenyataan sosial. Paradigma fakta sosial yang diwakili Durkheim selama tahap perkembangan teori sosiologi klasik yang sangat menyolok, dan pada masa kini dalam fungsionalisme dan teori konflik yang menekankan ide bahwa fakta sosial adalah real atau sekurang-kurangnya dapat diperlakukan sebagai yang real, sama seperti fakta individu. Tambahan pula fakta sosial tidak dapat direduksikan ke fakta individu; fakta sosial memiliki realitasnya sendiri. Struktur sosial dan institusi sosial merupakan salah satu diantara fakta sosial itu yang mendapat perhatian khusus dari para ahli sosiologi.

Paradigma definisi sosial ( social definision ) menekankan hakikat kenyataan sosial yang bersifat subyektif lebih dari pada eksistensinya yang terlepas dari individu. Selama tahap perkembangan teori klasik, paradigma ini diwakili dan dikembangkan oleh Weber dalam teorinya, kemudian diwakili oleh teori tindakan sosial seperti yang dikembangkan oleh Parsons diawal perkembangan karirnya ( dengan perspektif Weber debagai pengaruh utama ).

Paradigma perilaku sosial ( social behavior ) menekankan pendekatan obyektif empiris terhadap kenyataan sosial. Dari ketiga paradigma, paradigma yang satu ini sangat dekat dalam gambarannya mengenai kenyataan sosial dengan asumsi-asumsi implicit yang mendasari pendekatan konstruksi teori yang baru saja digambarkan di atas. Bagi seorang ahli perilaku sosial, pendekatan yang diberikan oleh paradigma fakta sosial terlampau subyektif. Kedua pendekatan itu menghalangi berdirinya sosiologi sebagai satu ilmu yang kuat yang didasarkan pada data empiris yang dapat di ukur. Menurut paradigma perilaku sosial, data empiris mengenai kenyataan sosial hanyalah perilaku-perilaku individu yang nyata ( overt behavior ). Lagi pula, penjelasan mengenai perilaku individu yang nyata itu hanya mungkin dalam hubungannya dengan rangsangan lingkungan tertentu yang dapat di ukur secara empiris.


MULTIPARADIGMA DAN TINGKAT MAJEMUK
KENYATAAN SOSIAL

Begitu mahasiswa diperkenalkan dengan perspektif sosiologi, sering menjadi terkesan akan betapa kompleksnya kenyataan sosial itu betapa sulitnya memberikan penjelasan yang sederhana sekalipun mengenai dunia manusia sosial ini. Sejumlah ahli ilmu sosial akan setuju dengan itu.

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasi pelbagai tingkatan kenyataan sosial yang dapat kita tunjukkan; tetapi dalam buku ini perlu kita sebutkan empat tingkatan sebagai berikut :

Tingkat Individual

Tinkatan ini dapat di bagi lagi kedalam sub-tingkatan: tingkat perilaku ( behavioral ) versus tingkat subyektif. Tingkatn ini menempatkan individu sebagai pusat perhatian untuk analisa yang paling utama. Sering perhatian itu tidak pada individu sebagai individu, melainkan pada satuan-satuan perilaku atau tindakan sosial individu itu. Banyak ahli psikologi sosial menekankan tingkatan ini, sama halnya dengan ahli sosiologi reduksionis seperti Homans.

Tingkat Antar Pribadi ( interpersonal )

Kenyataan sosial pada tingkat ini meliputi interaksi antar individu dengan semau arti yang berhubungan dengan komunikasi simbolis, penyesuaian timbale-balik, negosiasi mengenai bentuk-bentuk tingkatan yang salig tergantung, kerja sama atau konflik antar pribadi, pola-pola adaptasi bersama atau yang berhubungan satu sama lain terhadap lingkungan yang lebih luas. Selian itu, tingkatan ini merupakan bidang ahli psikologi sosial. Dua perspektif teoritis utama yang menekankan tingkatan ini adalah teori interaksionalisme symbol dan teori pertukaran ( meskipun heduanya mendiskusikan juga tingkatan individual ).

Tingkat Struktur Sosial

Kenyataan dalam tingkat struktur sosial ini lebuh abstrak dari pada kedua tingkatan di atas. Perhatiannya bukan pada individu atau tindakan atau interaksi antar individu, melainkan pada pola-pola tindakan dan jaringan-jaringan interaksi yang disimpulkan dari pengamatan terhadap keteraturan dan keseragaman yang terdapat dalam waktu dan ruang. Satuan-satuan yang paling penting dalam kenyataan sosial di tingkatkan ini dapat dilihat sebagai posisi-posisi sosial ( didefinisikan menurut hubungan yang kurang lebih stabil dengan posisi-posisi lainnya ) dan peranan-peranan sosial ( didefinisikan menurut harapan-harapan bersama akan perilaku orang-orang yang menduduki pelbagai posisi ).

Tingkat Budaya

Tingkatan ini meliputi arti, nilai, symbol, norma, dan pandangan hidup umumnya yang dimiliki bersama oleh anggota suatu masyarakat ( atau sekolompok anggota ). Dalam pengertian yang luas, istilah kebudayaan terdiri dari produk-produk tindakan lah interaksi manusia, termasuk benda-benda ciptaan manusia berupa materi dan lunia.

Apakah seseorang itu memusatkan perhatian pada kebudayaan materil atau non materil, kenyataan budaya dapat dipelajari terlepas dari struktur-struktur sosial atau hubungan-hubungan antar pribadi yang tercakup dalam ciptaan atau penyebarannya. 

Meskipun usaha sosiologi dipusatkan terutama pada tingkat struktur sosial, beberapa ahli sosiologi membatasi diri dengan komitemen mereka pada pendekatan positivistic atau empiris ilmiah untuk menekankan individu atau perilakunya. Struktur sosial adalah konsep abstrak yang tidak dapat di amati. Lalu bagaimana dengan satu ilmu empiris dapat di bangun atas konsep abstrak yang tidak dapat dia mati.

Walaupun sosiologi pada umumnya berhubungan  dengan struktur  sosial, banyak bidang studi khusus yang berhubungan dengan lebih dari satu tingkatan saja. Misalnya, kita sudah melihat bahwa psikolog sosial memperhatikan individu dan hubungan antar pribadi. Juga bidang studi yang umum nya dikenal dengan sitilah ‘’kebudayaan dan kepribadian’’ berhubungan dengan individu dan kebudayaan, khususnya pembentukan pola-pola kepribadian menurut pola-pola kebudayaan yang berlaku. Hal yang sama berlaku untuk ‘’sturktur sosial dan kepribadian’’.

Kalau kita melihat lagi tiga paradigma utamanya Ritzer, kita melihat bahwa perbedaan di antara mereka mungkin sebagian memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam tingkat kenyataan sosial yang menjadi pusat perhatiannya. Paradigma definisi sosial dan perilaku sosial menitik beratkan tingkatan yang lebih rendah.


KONSTRUKSI KENYATAAN SOSIAL
DAN
PERKEMBANGAN TEORI SOSIAL

Pendekatan tertentu apapun yang di ambil seseorang ahli teori, perkembangan suatu teori memperlihatkan satu bentuk konstruksi kenyataan sosial. ( istilah ‘’konstruksi’’ disini di gunakan dalam arti yang jauh lebih luas daripada tujuan-tujaun mereka yang terlibat dalam ‘’konstruksi teori formal’’ yamng sudah kita singgung di depan ). Konstruksi kenyataan sosial ( social reality construction ) adalahj suatu istilah yang digunakan oleh Berger dan Luckmann untuk menggambarkan proses dimana melalui tindakan dan interaksinya orang menciptakan secara terus menerus suatu kenyataan yang di miliki bersama, yang di alami secara faktual obyektif dan penuh arti secara subyektif.

Tanpa melihat hubungan yang mungkin ada antara kenyataan obyektif dan kesadaran subyektif mengenai kenyataan, sebagian besar kenyataan yang kita alami sehari-hari dikontruksikan secara  sosial ( socially constructed ). Kenyataan ini sebagian besar bersifat symbol. Tekanan pada sifat  symbol kenyataan sosial ini dan pada kreasi serta pada bertahannya atau dipertahankannya kenyataan sosial itu melalui komunikasi merupakan tema sentral dalam analisa Duncan mengenai kenyataan sosial.

Dalam bab ini sudah kita lihat beberapa isu yang terdapat dalam perkembangan teori sosiologi. Teori sosiologi berbeda dari teori-teori implisit dan yang diterima begitu saja dalam kehidupan sehari-hari, dalam pengertian bahwa teori sosiologi mencerminkan suatu usaha sadar dan di sengaja untuk bersifat obyektif dan sistematis dalam usaha menjelaskan atau menganalisa kenyataan sosial. Komitmen ini jelas terlihat dalam usaha mereka yang terlibat dalam konstruksi teori formal.